SAMPANG, HarianMaduraNews – Festival Gunung Eleh merupakan upaya membangun peristiwa kebudayaan secara bersama melalui pameran dan pertunjukan yang diinisiasi oleh para pemuda kreatif Desa Gunung Eleh, Kecamatan Kedungdung, Kabupaten Sampang.
Dalam festival tersebut terdapat beberapa penampilan, diantaranya pertunjukan oleh Zubair Affandy, Umar Fauzi Ballah, Moh. Iqbal Fathoni, Sanggar Malate Pote dan Sampang Dance Community.
Sedangkan dari Pameran diisi oleh Tanglok Art Forum, SMAN 1 Kedungdung dan SMA HITA BAROSA. Sementara pagelaran Daul Dug Dug dari Sawung Galing.
Festival tersebut sebagai peristiwa bersama, membuka ruang dialog atas gagasan pinggiran untuk kemudian semacam mempertanyakan ulang di mana posisi desa saat sudut pandang dan peradaban terpusat pada perkotaan.
Menurut Syamsul Arifin dari Komunitas Tanglok Art Forum, yang juga turut dalam pameran, bahwa untuk menjawab pertanyaan itu tidak mudah. Pihaknya perlu melihat kondisi persoalan politik identitas/budaya.
“Kami tak ingin terburu-buru untuk menjawabnya. Alih-alih menjawab, kami memilih untuk melihat bagaimana negosiasi tubuh dan bahasa berlangsung di ruang publik,” ucapnya.
Mengenai tema ‘Ongghâ Ghunong’ Masyarakat Madura pada umumnya lebih mengenal gunung daripada bukit. Meskipun pada kenyataan Madura hanya memiliki bukit.
Ternyata, masyarakat Madura memiliki imajinasi yang lebih kuat perihal ‘tinggi’ ketimbang rendah (bukit). Hal itu yang kemudian menjadi alasan mengapa masyarakat di Madura lebih mengenal gunung daripada bukit.
“Gunung sebagai kemelekatan turut berpengaruh dalam aktivitas masyarakat pedesaan seperti ‘Bada e tengghina’ atau ‘Bada e ghunung’ yang menandakan keberadaan seseorang di titik lokasi yang lebih tinggi dalam aktivitas tertentu, seperti bertani,” pungkasnya. (IL)