DPMD Sampang Minta Ormas Dan APH Pantau Realisasi Dana Desa

SAMPANG, HarianMaduraNews – Dinas Pemberdayaan Masyarakat Dan Desa (DPMD) Kabupaten Sampang meminta Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Pers dan Aparat Penegak Hukum (APH) memantau realisasi penggunaan Dana Desa (DD).

Kabid Penataan dan Kerjasama Desa DPMD Sampang Moh. Rasul menyatakan, bahwa selama adanya Dana Desa sejak tahun 2015, seringkali menuai polemik di berbagai desa. Mulai dari administrasi, Penyimpangan dari Rencana Anggaran Belanja (RAB) hingga adanya indikasi dugaan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).

“Meski saat ini hampir 90% aparatur desa bisa mandiri dalam laporan Administrasinya, faktanya ada saja sejumlah desa bermasalah dalam laporannya, baik keterlambatan hingga tidak sesuai pelaksanaannya, yang mana selalu ada perbaikan,” jelasnya (27/5).

Selaku Dinas Teknis dalam Pemberdayaan Masyarakat Desa, pihaknya hanya sebatas memberikan rekomendasi pencairan DD yang di ajukan setiap desa dengan dasar kelengkapan berkas administrasi berupa RAB, Gambar dan sebagainya.

“Sementara untuk kendali seutuhnya ditangan pihak Kecamatan, yaitu dalam Monitoring, Evaluasi dan Pengawasannya,” terangnya.

Meskipun Inspektorat sebagai Auditorium, itupun kalau ada laporan atau temuan masalah. Selebihnya tergantung desa dan Kecamatan yang perlu di pantau LSM dan Pers sebagai tugas pokok dan fungsi kontrol terhadap kinerja Pemerintah.

“Bahkan perlu peran APH, agar pelaksanaan realisasi DD yang rawan menyimpang atau sering bermasalah bisa lebih waspada dan sesuai RAB,” harapnya.

Diketahui, DD rawan bermasalah antaranya indikasi fiktif, tumpang tindih dengan proyek Pokmas, tidak sesuai RAB hingga sebatas kepentingan perorangan atau kelompok warga tertentu saja.

Sebatas tambahan informasi, Dana Desa (DD) merupakan salah satu pendapatan desa (terbesar) yang bersumber dari APBN dan disalurkan ke rekening kas desa melalui rekening kas daerah dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat desa.
Mengingat Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, serta Peraturan Menteri Desa dan Peraturan Menteri Keuangan mengatur lebih lanjut mengenai penganggaran, penyaluran, pemanfaatan hingga pertanggungjawaban pelaporan Dana Desa.

Dan Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat jumlah kasus korupsi di tingkat desa paling besar di sepanjang 2023. Menurut ICW, selama 2023 terdapat 187 kasus korupsi di desa. Dari temuan mereka, aksi korupsi terbesar selain sektor pedesaan adalah pemerintahan (108 kasus), utilitas (103 kasus), dan perbankan (65 kasus), dari 75.265 desa di seluruh Indonesia (Sumber kompas.com). (IL)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *